kabarin.co – Perjuangan panjang warga dan pegiat lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Anti Limbah (KAL) membuahkan hasil. Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Mei 2016 lalu mengabulkan gugatan para penggugat perihal pencabutan Surat Keputusan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) oleh Bupati Sumedang terhadap tiga perusahaan tekstil di Rancaekek, Sumedang, Jawa Barat.
PTUN Bandung dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Nelvy Christin menyatakan keputusan hakim No 178/G/2015/PTUN-BDG tentang penundaan keputusan tergugat tetap sah. Hakim mewajibkan kepada tergugat (Bupati Sumedang) untuk mencabut (IPLC) dan menghukum tergugat untuk tanggung renteng ganti biaya perkara sebesar Rp11,301 Juta. Surat yang diajukan oleh para tergugat terkait pembuangan limbah, menurut hakim, tidak mendalam dan pada saat penerbitan IPLC, tidak ada kajian dampak pembuangan air limbah terhadap budi daya ikan, hewan dan tanaman, kualitas tanah, dan air tanah. Hakim menilai seharusnya perusahaan punya inisiatif terlebih dulu dalam membuat dan menyusun kajian dampak pembuangan air limbah untuk kemudian dievaluasi pemerintah sebelum akhirnya dikeluarkan IPLC. Hakim dalam putusan menyatakan ketiga tergugat untuk segera mencabut surat izin tersebut pasca putusan bernomor 178/G/2015/PTUN-BDG itu ditetapkan.
Koalisi melawan limbah menggugat tiga SK Bupati Sumedang. Pertama, gugatan tentang SK Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair ke sungai Cikijing Desa Cisempur Kecamatan Sumedang untuk PT Kahatex. Selanjutnya , SK Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014 tertanggal 30 Januari 2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang untuk PT Five Star Textile Indonesia. Terakhir, SK Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tertanggal 22 April 2013 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT Insan Sandang Internusa. Menurut hakim, pengajuan izin yang diajukan, tidak terdapat dokumen tersendiri untuk penanganan terkait limbah cair. Selain itu, hanya terdapat analisis mengenai penanganan limbah cair. Atas putusan tersebut para tergugat dan turut tergugat, yakni Bupati Sumedang dan para pemilik pabrik menyatakan banding.
Alih-alih membela warga dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pemerintah pusat malah menerima pengaduan PT. Kahatex dan pengusahanya. Tim koalisi anti limbah bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Teten Masduki, bekas aktivis yang selama ini dipandang pegiat anti korupsi dan lingkungan hidup. Dengan alasan bahwa PT. Kahatex memiliki banyak karyawan, industri itu perlu dilindungi. Pernyataan itu yang menimbulkan pertanyaan, tim koalisi anti limbah, terhadap komitmen pro lingkungan hidupnya, pemerintahan Jokowi-JK. “Dari kasus Sungai Cikijing, reklamasi Teluk Jakarta dan Benoa, Bali, menunjukkan pemerintah Jokowi-JK, parah dan tak punya wawasan lingkungan hidup,”ujar salah seorang anggota tim koalisi anti limbah.
Berkaitan dengan 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK yang jatuh hari ini (20/10/2016), tak salah, jika tim itu menilai, pemerintah Jokowi-JK lebih memilih berpihak kepada pelaku industri. Bukan kepada warga, dan alam sekitarnya yang dirusak oleh oleh para pelaku industri itu.
